Kamis, 09 Juni 2016

UU No.29 Tahun 2004 "Praktik Kebidanan" dan UU No.23 Tahun 2002 "Pengangkatan Anak"

BAB I
PENDAHULUAN


1. 1 LATAR BELAKANG
A.    PRAKTIK KEDOKTERAN
Profesi kedokteran dan tenaga medis lainnya dianggap sebagai profesi yang mulia (officium nobel) dan terhormat dimata masyarakat. Seorang dokter sebelum melakukan praktek kedokterannya atau melakukan pelayanan medis telah melalui pendidikan dan pelatihan yang cukup panjang. Sekarang ini tuntutan professional  terhadap profesi dokter  makin tinggi. Berita yang menyudutkan serta tudingan bahwa dokter  telah melakukan  kesalahan di bidang medis bermunculan. Di negara-negara maju yang lebih dulu mengenal istilah malpraktik medis ini ternyata tuntutan terhadap dokter yg melakukan ketidak layakan dalam praktek juga tidak surut. Biasanya yg menjadi sasaran terbesar adalah : dokter spesialis bedah (ortopedi, plastic dan syaraf), dokter spesialis anestesi , dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Dewasa ini, tindak pidana di bidang medis sangat menjadi perhatian karena perkembangannya yang terus meningkat dengan dampak/korban yang begitu besar dan kompleks, yakni secara umum tidak hanya dapat menguras sumber daya alam, akan tetapi juga modal manusia, modal sosial bahkan modal kelembagaan yang dilakukan dalam upaya memberikan perlindungan terhadap korban tindak pidana medis tersebut.  Karena pada dasarnya kebijakana hukum pidana upaya untuk merumuskan kejahatan yang lebih efektif dan pada DIR I/ KAM & TRANNAS BARESKRIM POLRI Jakarta,Aspek Hukum Malpraktek Pelayanan Kesehatan (Tinjauan Kasus Kriminal), 4 Juli 2010 hakikatnya merupakan bagian dari integral dari usaha perlindungan masyarakat (social welfare). Perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia di bidang kesehatan masih terlihat sangat kurang.
Satu demi satu terdapat beberapa contoh kasus yang terjadi terhadap seorang pasien yang tidak mendapatkan pelayanan semestinya, yang terburuk dan kadang-kadang berakhir dengan kematian.Berikut contoh-contoh kasus dugaan malpraktik:
1.      Kasus pasien (Djamiun) yang meninggal dunia karena kelebihan dosis obat yang diberikan.
2.      Kasus Nyonya  Agian Isna Auli yang mengalami kelumpuhan setelah menjalani operasi Caesar.
3.      Kasus seperti alergi obat, misalnya Steven Johnson Syndrome, yang seharusnya tidak dapat dikategorikan malpraktik , oleh media langsung divonis sebagai kasus malpraktik.
4.      Kasus alergi kulit setelah terima imunisasi.
5.      Kasus bayi kembar yang mengalami buta dan gangguan penglihatan.
6.      Seorang dokter memberi cuti sakit berulang kali  kepada seorang tahanan padahal orang tersebut  mampu menghadiri sidang pengadilan perkaranya. Dalam hal ini  dokter  terkena pelanggaran KODEKI Bab-1 pasal 7 dan KUHP  pasal 267.
7.      Seorang penderita gadar di suatu RS dan ternyata memerlukan pembedahan segera.Ternyata pembedahan tertunda-tunda, sehingga penderita meninggal Sri sumiati, 2009, Kebijakan hukum pidana terhadap korban tindak pidana di bidang medis, hal 1 DIR I/ KAM & TRANNAS BARESKRIM POLRI Jakarta, Op.Cit., hal 36.
8.      Maulana adalah seorang anak berusia 18 tahun. Dulunya adalah anak yang menggemaskan dan pernah menjadi juara bayi sehat. Namun makin hari tubuhnya makin kurus. Dan organ tubuhnya tidak bisa berfungsi secara normal. Tragedi ini terjadi ketika Maulana mendapat imunisasi dari petugas kesehatan. Diduga kuat Maulana adalah korban mal praktek.
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku normaetika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice.
Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar. Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sanksi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk menentukan adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda.Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice.
Tulisan ini dimaksudkan untuk menambah wawasan tentang kelalaian dan malpraktik medic bagi semua pihak, agar ketertiban dalam profesi dapat diwujudkan. Selain itu, pengalaman-pengalaman buruk sebagai akibat negative kemajuan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat, harus diwaspadai untuk tidak terulang di Negara kita. Semua pihak tentu tidak menghendaki peristiwa krisis malpraktik yang sangat merugikan masyarakat. Agaknya perlu direnungkan ucapan George Santayana: “Those who forget the past are condemmed to repeat it”, kemudian ucapan hakim Taylor yang berbunyi “it is often said that a good physician-patient relationship is the best prophylactic against malpractice suit”.
Hubungan dokter-pasien yang baik ini hanya dapat dicapai apabila masing-masing pihak benar-banar menyadari hak dan kewajibannya serta memahami peraturanperundang-undagan yang berlaku.

B. PERLINDUNGAN ANAK
Dalam menyiapkan generasi penerus bangsa anak merupakan asset utama.Tumbuh kembang anak sejak dini adalah tanggung jawab keluarga, masyarakat dan negara. Namun dalam proses tumbuh kembang anak banyak dipengaruhi oleh berbagai factor baik biologis, psikis, sosial, ekonomi maupun kultural yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak – hak anak.
Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi anak telah disahkan Undang - Undang (UU) Perlindungan Anak yaitu UU No. 23 Tahun 2002 yang bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak – hak anak agar anak dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas berakhlak mulia dan sejahtera.
Akibat kehilangan hak – haknya, banyak anak – anak menjalani hidup mereka sendiri.Oleh karena tidak memiliki arah yang tepat, maka banyak pula anak - anak mulai bersinggungan dengan hukum.Tindakan yang melawan hukum seperti pencurian, perkelahian dan narkoba sangat sering dilakukan oleh anak.Hal ini terjadi karena mereka sudah kehilangan hak-hak yang seharusnya mereka miliki.
Pasal 13 (1) Undang – undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :
a.       Diskriminasi;
b.      Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c.       Penelantaran;
d.      Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e.       Ketidakadilan, dan
f.       Perlakuan salah lainnya.
Selanjutnya dalam Pasal 11 UU No. 23 tahun 2002 disebutkan pula bahwa setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri. Anak adalah pemimpin masa depan siapapun yang berbicara tentang masa yang akan datang, harus berbicara tentang anak-anak.
Menyiapkan Indonesia kedepan tidak cukup kalau hanya berbicara soal income per kapita, pertumbuhan ekonomi, nilai investasi, atau indikator makro lainnya.Sesuatu yang paling dasar adalah sejauh mana kondisi anak disiapkan oleh keluarga, masyarakat dan negara.Anak – anak yang karena ketidakmampuan, ketergantungan dan ketidakmatangan baik fisik mental maupun intelektualnya perlu mendapat perlindungan, perawatan dan bimbingan dari orang tua (dewasa).Perawatan, pengasuhan serta pendidikan anak merupakan kewajiban agama dan kemanusiaan yang harus dilaksanakan mulai dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.  Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat pula harkat, martabat dan hak – hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Dari sisi kehidupan anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Orang tua, keluarga dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum.
Demikian pula dalam rangka penyelenggaraaan perlindungan anak, negara dan pemerintah juga bertanggungjawab untuk menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal. Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun. Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perlu adanya peran masyarakat baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa dan lembaga pendidikan.
Contoh Kasusnya : Adopsi anak internasional Pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing hanya dapat dilakukan sebagai usaha terakhir”
Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik baik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak

C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan terdahulu, beberapa masalah dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1.         Bagaimana isi dari Pasal 73,77,78 UU No 29 Tahun 2004 tentang “Praktik Kedokteran” ?
2.         Bagaimana isi dari Pasal 39-41 UU No 23 Tahun 2002 tentang “ Pengangkatan Anak ?

D. TUJUAN PENULISAN DAN MANFAAT PENULISAN
Makalah ini sebagai suatu karya ilmiah bermanfaat bagi perkembangan hukum diIndonesia khususnya tentang hukum yang mengatur mengenai kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana di bidang medis dan pentingnya perlindungan anak, yang diharapkan penulis dalam penulisan makalah  ini adalah:
1.    Mengetahui bagaimana isi dari Pasal 73,77,78 UU No 29 Tahun 2004 tentang “Praktik Kedokteran” ?
2.    Mengetahui bagaimana isi dari Pasal 39-41 UU No 23 Tahun 2002 tentang “ Pengangkatan Anak ?





BAB II
PEMBAHASAN


1.      Pasal 73,77,78 uu no 29 tahun 2004 tentang “praktik kedokteran”

Pasal 73
Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/ atau surat izin praktik.
Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 77
Setiap orang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara-cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (20 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

2.      Pasal 39-41 UU No 23 Tahun 2002 tentang “ Perlindungan  Anak
Pasal 39
1)        Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2)         Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.
3)        Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.
4)        Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
5)        Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan denganagama mayoritaspenduduk setempat.
Pasal 40
1)        Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orangtua kandungnya.
2)        Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.
Pasal 41
1)        Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap Pelaksanaan pengangkatan anak.
2)        Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.






BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/ atau surat izin praktik.
Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak ,seagama dan tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.
B.     SARAN
Dengan adanya penerapan tanggung jawab dokter yang sudah diberikan oleh pihak Rumah Sakit atas tindakan medis yang dilakukan dokter berdasarkan implied consent kepada pasien gawat darurat, diharapkan dokter mampu untuk memegang teguh prinsip tanggung jawabnya secara profesional dalam memberikan pelayanannya kepada pasien.
Perlindungan anak dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung.Secara langsung, maksudnya kegiatan tersebut langsung ditujukan kepada anak yang menjadi sasaran penanganan langsung. Kegiatan seperti ini, antara lain dapat berupa cara melindungi anak dari berbagai ancaman baik dari luar maupun dari dalam dirinya, mendidik, membina, mendampingi anak dengan berbagai cara, mencegah kelaparan dan mengusahakan kesehatannya dengan berbagai cara, serta dengan cara menyediakan pengembangan diri bagi anak. Sedangkan yang dimaksud dengan perlindungan anak secara tidak langsung adalah kegiatan yang tidak langsung ditujukan kepada anak, melainkan orang lain yang terlibat atau melakukan kegiatan dalam usaha perlindungan terhadap anak tersebut




DAFTAR PUSTAKA

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../3/Chapter%20II.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar