BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 LATAR BELAKANG
A. PRAKTIK KEDOKTERAN
Profesi kedokteran dan tenaga medis lainnya dianggap sebagai profesi yang
mulia (officium nobel) dan terhormat dimata masyarakat. Seorang dokter sebelum
melakukan praktek kedokterannya atau melakukan pelayanan medis telah melalui
pendidikan dan pelatihan yang cukup panjang. Sekarang ini tuntutan
professional terhadap profesi dokter makin tinggi. Berita yang
menyudutkan serta tudingan bahwa dokter telah melakukan kesalahan
di bidang medis bermunculan. Di negara-negara maju yang lebih dulu mengenal
istilah malpraktik medis ini ternyata tuntutan terhadap dokter yg melakukan
ketidak layakan dalam praktek juga tidak surut. Biasanya yg menjadi sasaran
terbesar adalah : dokter spesialis bedah (ortopedi, plastic dan syaraf), dokter
spesialis anestesi , dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Dewasa ini, tindak pidana di bidang medis sangat menjadi perhatian karena
perkembangannya yang terus meningkat dengan dampak/korban yang begitu besar dan
kompleks, yakni secara umum tidak hanya dapat menguras sumber daya alam, akan
tetapi juga modal manusia, modal sosial bahkan modal kelembagaan yang dilakukan
dalam upaya memberikan perlindungan terhadap korban tindak pidana medis
tersebut. Karena pada
dasarnya kebijakana hukum pidana upaya untuk merumuskan kejahatan yang lebih
efektif dan pada DIR I/ KAM & TRANNAS BARESKRIM POLRI Jakarta,Aspek Hukum
Malpraktek Pelayanan Kesehatan (Tinjauan Kasus Kriminal), 4 Juli 2010
hakikatnya merupakan bagian dari integral dari usaha perlindungan masyarakat
(social welfare). Perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia di bidang
kesehatan masih terlihat sangat kurang.
Satu demi satu terdapat beberapa contoh kasus yang terjadi terhadap seorang
pasien yang tidak mendapatkan pelayanan semestinya, yang terburuk dan
kadang-kadang berakhir dengan kematian.Berikut contoh-contoh kasus dugaan
malpraktik:
1.
Kasus pasien (Djamiun) yang meninggal
dunia karena kelebihan dosis obat yang diberikan.
2.
Kasus Nyonya Agian Isna
Auli yang mengalami kelumpuhan setelah menjalani operasi Caesar.
3.
Kasus seperti alergi obat,
misalnya Steven Johnson Syndrome, yang seharusnya tidak dapat dikategorikan
malpraktik , oleh media langsung divonis sebagai kasus malpraktik.
4.
Kasus alergi kulit setelah
terima imunisasi.
5.
Kasus bayi kembar yang
mengalami buta dan gangguan penglihatan.
6.
Seorang dokter memberi cuti
sakit berulang kali kepada seorang tahanan padahal orang tersebut mampu menghadiri sidang pengadilan perkaranya. Dalam hal ini dokter terkena pelanggaran KODEKI Bab-1 pasal 7
dan KUHP pasal 267.
7.
Seorang penderita gadar di
suatu RS dan ternyata memerlukan pembedahan segera.Ternyata pembedahan
tertunda-tunda, sehingga penderita meninggal Sri sumiati, 2009, Kebijakan hukum
pidana terhadap korban tindak pidana di bidang medis, hal 1 DIR I/ KAM &
TRANNAS BARESKRIM POLRI Jakarta, Op.Cit., hal 36.
8.
Maulana adalah seorang anak
berusia 18 tahun. Dulunya adalah anak yang menggemaskan dan pernah menjadi
juara bayi sehat. Namun makin hari tubuhnya makin kurus. Dan organ
tubuhnya tidak bisa berfungsi secara normal. Tragedi ini terjadi ketika Maulana
mendapat imunisasi dari petugas kesehatan. Diduga kuat Maulana adalah korban
mal praktek.
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku
normaetika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya
kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang
kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical
malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice.
Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga kesehatan berlaku
norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu
dilihat domain apa yang dilanggar. Karena antara etika dan hukum ada
perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan
sanksi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk menentukan adanya ethical
malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda.Yang
jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan
tetapi semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice.
Tulisan ini dimaksudkan untuk menambah wawasan tentang kelalaian dan
malpraktik medic bagi semua pihak, agar ketertiban dalam profesi dapat
diwujudkan. Selain itu, pengalaman-pengalaman buruk sebagai akibat negative
kemajuan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat, harus diwaspadai untuk
tidak terulang di Negara kita. Semua pihak tentu tidak menghendaki peristiwa
krisis malpraktik yang sangat merugikan masyarakat. Agaknya perlu direnungkan
ucapan George Santayana: “Those who forget the past are condemmed to repeat
it”, kemudian ucapan hakim Taylor yang berbunyi “it is often said that a good
physician-patient relationship is the best prophylactic against malpractice
suit”.
Hubungan dokter-pasien yang baik ini hanya dapat dicapai apabila
masing-masing pihak benar-banar menyadari hak dan kewajibannya serta memahami
peraturanperundang-undagan yang berlaku.
B. PERLINDUNGAN
ANAK
Dalam menyiapkan generasi
penerus bangsa anak merupakan asset utama.Tumbuh kembang anak sejak dini adalah
tanggung jawab keluarga, masyarakat dan negara. Namun dalam proses tumbuh
kembang anak banyak dipengaruhi oleh berbagai factor baik biologis, psikis,
sosial, ekonomi maupun kultural yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak – hak
anak.
Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi anak telah disahkan Undang -
Undang (UU) Perlindungan Anak yaitu UU No. 23 Tahun 2002 yang bertujuan untuk
menjamin terpenuhinya hak – hak anak agar anak dapat hidup, tumbuh berkembang
dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan serta
mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak
Indonesia yang berkualitas berakhlak mulia dan sejahtera.
Akibat kehilangan hak – haknya, banyak anak – anak menjalani hidup mereka
sendiri.Oleh karena tidak memiliki arah yang tepat, maka banyak pula anak -
anak mulai bersinggungan dengan hukum.Tindakan yang melawan hukum seperti
pencurian, perkelahian dan narkoba sangat sering dilakukan oleh anak.Hal ini
terjadi karena mereka sudah kehilangan hak-hak yang seharusnya mereka miliki.
Pasal 13 (1) Undang – undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
disebutkan setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain
yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari
perlakuan :
a. Diskriminasi;
b. Eksploitasi,
baik ekonomi maupun seksual;
c. Penelantaran;
d. Kekejaman,
kekerasan, dan penganiayaan;
e. Ketidakadilan,
dan
f. Perlakuan
salah lainnya.
Selanjutnya dalam Pasal 11 UU No. 23 tahun 2002 disebutkan pula bahwa
setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul
dengan anak sebaya, bermain, berekreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat
kecerdasannya demi pengembangan diri. Anak adalah pemimpin masa depan siapapun
yang berbicara tentang masa yang akan datang, harus berbicara tentang
anak-anak.
Menyiapkan Indonesia kedepan tidak cukup kalau hanya berbicara soal income
per kapita, pertumbuhan ekonomi, nilai investasi, atau indikator makro
lainnya.Sesuatu yang paling dasar adalah sejauh mana kondisi anak disiapkan
oleh keluarga, masyarakat dan negara.Anak – anak yang karena ketidakmampuan,
ketergantungan dan ketidakmatangan baik fisik mental maupun intelektualnya
perlu mendapat perlindungan, perawatan dan bimbingan dari orang tua (dewasa).Perawatan,
pengasuhan serta pendidikan anak merupakan kewajiban agama dan kemanusiaan yang
harus dilaksanakan mulai dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan yang senantiasa harus kita jaga
karena dalam dirinya melekat pula harkat, martabat dan hak – hak sebagai
manusia yang harus dijunjung tinggi. Dari sisi kehidupan anak adalah masa depan
bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas
perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Orang tua, keluarga dan
masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut
sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum.
Demikian pula dalam rangka penyelenggaraaan perlindungan anak, negara dan
pemerintah juga bertanggungjawab untuk menyediakan fasilitas dan aksesibilitas
bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara
optimal. Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari
janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun. Dalam melakukan pembinaan,
pengembangan dan perlindungan anak, perlu adanya peran masyarakat baik melalui
lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat,
organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa dan
lembaga pendidikan.
Contoh
Kasusnya : Adopsi anak internasional “Pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh
Warga Negara Asing hanya dapat dilakukan sebagai usaha terakhir”
Pengangkatan
anak bertujuan untuk kepentingan terbaik baik bagi anak dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan anak dan perlindungan anak
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang
yang telah dikemukakan terdahulu, beberapa masalah dapat diidentifikasikan
sebagai berikut :
1.
Bagaimana isi dari Pasal
73,77,78 UU No 29 Tahun 2004 tentang “Praktik
Kedokteran” ?
2.
Bagaimana isi dari Pasal 39-41
UU No 23 Tahun 2002 tentang “ Pengangkatan Anak” ?
D. TUJUAN PENULISAN DAN MANFAAT PENULISAN
Makalah ini sebagai suatu karya ilmiah bermanfaat bagi perkembangan hukum
diIndonesia khususnya tentang hukum yang mengatur mengenai kebijakan hukum
pidana terhadap tindak pidana di bidang medis dan pentingnya
perlindungan anak, yang diharapkan penulis dalam
penulisan makalah ini
adalah:
1.
Mengetahui bagaimana isi dari Pasal
73,77,78 UU No 29 Tahun 2004 tentang “Praktik
Kedokteran” ?
2.
Mengetahui bagaimana isi dari Pasal 39-41
UU No 23 Tahun 2002 tentang “ Pengangkatan Anak” ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pasal
73,77,78 uu no 29 tahun 2004 tentang “praktik
kedokteran”
Pasal 73
Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain
yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah
dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/ atau
surat izin praktik.
Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda
registrasi dan/atau surat izin praktik.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 77
Setiap orang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk
lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan
adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi
dokter gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara-cara
lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan
seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah
memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi
atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (20 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
2. Pasal 39-41
UU No 23 Tahun 2002 tentang “ Perlindungan Anak”
Pasal 39
1)
Pengangkatan anak hanya dapat
dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan
adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2)
Pengangkatan
anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah
antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.
3)
Calon orang tua angkat harus
seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.
4)
Pengangkatan anak oleh warga
negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
5)
Dalam hal asal usul anak tidak
diketahui, maka agama anak disesuaikan denganagama mayoritaspenduduk setempat.
Pasal 40
1)
Orang tua angkat wajib
memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orangtua
kandungnya.
2)
Pemberitahuan asal usul dan
orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)dilakukan dengan
memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.
Pasal 41
1)
Pemerintah dan masyarakat
melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap Pelaksanaan pengangkatan anak.
2)
Ketentuan mengenai bimbingan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain
yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah
dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/ atau
surat izin praktik.
Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi
anak ,seagama dan tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan
orang tua kandungnya.
B. SARAN
Dengan adanya penerapan tanggung jawab dokter yang sudah diberikan oleh
pihak Rumah Sakit atas tindakan medis yang dilakukan dokter berdasarkan implied
consent kepada pasien gawat darurat, diharapkan dokter mampu untuk memegang
teguh prinsip tanggung jawabnya secara profesional dalam memberikan
pelayanannya kepada pasien.
Perlindungan anak dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak
langsung.Secara langsung, maksudnya kegiatan tersebut langsung ditujukan kepada
anak yang menjadi sasaran penanganan langsung. Kegiatan seperti ini, antara
lain dapat berupa cara melindungi anak dari berbagai ancaman baik dari luar
maupun dari dalam dirinya, mendidik, membina, mendampingi anak dengan berbagai
cara, mencegah kelaparan dan mengusahakan kesehatannya dengan berbagai cara,
serta dengan cara menyediakan pengembangan diri bagi anak. Sedangkan yang
dimaksud dengan perlindungan anak secara tidak langsung adalah kegiatan yang
tidak langsung ditujukan kepada anak, melainkan orang lain yang terlibat atau
melakukan kegiatan dalam usaha perlindungan terhadap anak tersebut
DAFTAR PUSTAKA
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../3/Chapter%20II.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar